Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump tak lama lagi akan menanggalkan jabatannya sebagai orang nomor 1 di Amerika. Kongres AS resmi mensertifikasi atau mengesahkan kemenangan Presiden terpilih dari Partai Demokrat Joe Biden. Joe kini tinggal menunggu pelantikan presiden AS.
Trump kini tinggal mempunyai waktu dua minggu lagi sebelum resmi lengser dari jabatannya sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Namun, berbagai gejolak mewarnai politik "Negeri Paman Sam" jelang kelengserannya, seperti menggugat hasil pilpres AS dan yang terbaru penyerbuan Gedung Capitol. Aksi Trump itu awalnya ditanggapi dengan tenang oleh para petinggi AS, tetapi kesabaran mereka belakangan ini tampaknya sudah habis.
Lindsey Graham, senator senior AS dari South Carolina, mengatakan "Cukup, sudah cukup" di Kongres pada Kamis (7/1/2021) untuk menyelesaikan sertifikasi Joe Biden. Di sekeliling mereka berserakan puing puing bekas penyerbuan Capitol Hill, seperti pecahan kaca jendela dan peluru dari penembakan yang menewaskan seorang wanita. Akibat ulahnya dan pendukungnya, dukungan untuk Trump semakin menipis di Gedung Putih.
Bahkan Partai Republik, partai yang mendukungnya di pemilihan presiden AS berpaling darinya. Sementara itu, Partai Demokrat lebih tegas. Mereka mendorong pejabat pemerintah mengaktifkan Amendemen ke 25 yang menyatakan presiden tak lagi mampu menjalankan tugasnya.
"Presiden seharusnya tidak menjabat lagi, satu hari pun," kata Senator Chuck Schumer kemarin, yang akan memimpin Senat ketika mayoritas baru dari Demokrat mulai menjabat. Ia meminta Wakil Presiden Mike Pence mengaktifkan Amendemen ke 25 dan segera mendepak Trump. Schumer berkata, alternatif bagi Kongres adalah berkumpul lagi untuk memakzulkan presiden.
Tak hanya itu orang orang dekat yang dipercayainya selama ini satu per satu pergi. Terbaru, Mick Muvalney, kepala staf Trump, keluar pindah sebagai utusan untuk Irlandia Utara, lapor televisi CNBC. Menurut Muvalney, satu per satu kepergian orang dekat Trump bisa diikuti eksodus lainnya sebelum pelantikan Biden pada 20 Januari.
"Bagi mereka yang memutuskan bertahan, dan saya sudah berbicara dengan sebagian dari mereka, memilih bertahan karena khawatir presiden bisa memasukkan orang yang lebih buruk," katanya dikutip dari AFP. Sebelumnya pada Rabu (6/1/2021), Wakil Penasihat Keamanan Nasional Matt Pottinger sudah mengundurkan diri, diikuti Stephanie Grisham, juru bicara ibu negara Melania Trump. Trump sendiri tidak bisa marah marah di media sosial seperti biasanya karena diblokir oleh Facebook, Twitter, dan Instagram.
Baru kali ini ada presiden dengan kasus begitu. Bahkan terbaru, Facebook dan anak perusahaannya, Instagram akan terus memblokir akun Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump hingga Presiden Terpilih Joe Biden menduduki Oval Office. CEO Facebook Mark Zuckerberg menyebut aksi kerusuhan yang dilakukan simpatisan Trump pada hari Rabu di Capitol jadi alasan di balik pemblokiran tersebut.
"Risiko mengizinkan Presiden (Trump) untuk terus menggunakan layanan kami, selama menjelang pelantikan Biden 'terlalu besar'," kata Zuckerberg. Ia mengumumkan hal itu dalam sebuah postingan pada Kamis kemarin bahwa akun Trump akan tetap diblokir, setidaknya hingga dua pekan ke depan. Menurutnya, Trump bisa saja sengaja menggunakan Facebook untuk menghasut pemberontakan dengan aksi kekerasan terhadap pemerintah yang dipilih secara demokratis.
Sebelumnya, raksasa media sosial itu telah menghapus atau memberi label pada beberapa postingan Trump hari Rabu lalu, saat para pendukungnya mulai menyerbu Capitol Hill. Facebook menyebut postingan Trump sebagai hasutan untuk melakukan tindakan kekerasan. Sampai 20 Januari Trump masih memegang semua kendali di AS, mulai dari kode rudal nuklir hingga tombol merah di meja Oval Office untuk memanggil kepala pelayan membawakan Diet Coke kesayangannya.
Dalam dua minggu ke depan, sebagaimana dianalisis AFP, kekacauan demi kekacauan masih berpeluang terjadi. Seperti yang sudah digembar gemborkan Trump sejak kalah pemilu AS pada November lalu, dia tidak benar benar percaya harus angkat kaki dari Gedung Putih. Lalu, jika memang dia harus lengser, Trump kerap "mengancam" akan balas dendam pada pilpres Amerika Serikat 2024.
Potensi Trump 2.0 ini membuat capres lain dari Partai Republik jadi khawatir karena pebisnis yang pernah main film Home Alone itu pastinya akan jadi yang terdepan. Padahal, senjata senjata politik yang dilancarkannya akhir akhir ini berbalik menyerangnya sendiri. Terlepas dari kerusuhan Capitol Hill, ada fakta memalukan lainnya bahwa Trump gagal mencegah dua calon Senat Republik kalah di Georgia, sehingga harus merelakan kendali Kongres jatuh ke tangan Demokrat.
Namun, dalam mentalitas Trump yang berapi api, itu bukan akhir segalanya. "Ini bukan lagi Partai Republik mereka. Ini adalah Partai Republik Donald Trump," kata putranya, Donald Trump Jr, kepada massa pro Trump yang berunjuk rasa. Menurut survei Axios SurveyMonkey pekan ini, 62 orang Republik masih tidak terima Biden menang pada pemilu Amerika Serikat.