Konsorsium Pembaruan Agraria Kritik Program Food Estate

Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menilai program Food Estate yang tengah disiapkan pemerintah merupakan ancaman terbaru terkait perampasan tanah. Menurut Sekjen KPA Dewi Kartika hal itu karena besarnya lahan yang perlu disiapkan untuk program tersebut. Berdasarkan catatan KPA di tahun 2020 setelah dilakukan revisi kebijakan terhadap food estate, kata Dewi, ditargetkan ada lima wilayah yang akan menjadi sentra dan pengembangan food estate atau lumbung pangan nasional tersebut.

Untuk itu, kata Dewi, sudah disiapkan lahan seluas 2,5 juta hektar lebih yang di tahap pertama akan dijalankan di Kalimantan Tengah di Kabupaten Kapuas Pulau Pisang seluas 168 ribu hektar. Dewi mengatakan di tahap pertama yang dilakukan di Sumatera Utara sudah menimbulkan konflik agraria dengan wilayah adat di Humbang Hasundutan. Selain itu program tersebut juga akan dilakukan di Tapanuli Utara, Tapanuli Tengah, dan Pak Pak Barat dengan total lahan di Sumatera Utara untuk food estate seluas 60 ribu hektar.

Kemudian, kata Dewi, secara bertahap, tahap duanya akan dilakukan di Papua, NTT, dan di Sumatera Selatan. "Jadi kita melihat food estate ini menjadi ancaman terbaru adanya perampasan tanah skala besar karena penyediaan lahan yang begitu besar juga," kata Dewi saat konferensi pers secara daring pada Rabu (6/1/2021). Dewi mengatakann KPA juga mencatat program tersebut merupakan bentuk korporatisasi pangan yang masuk menjadi prioritas PSN di era Presiden Jokowi.

Menurutnya program tersebut bukan program baru karena program serupa telah dibuat di era Presiden Soeharto dan SBY. Namun menurut Dewi, program serupa di dua era presiden tersebut telah gagal. Selain itu menurut Dewi situasi krisis pandemi digunakan sebagai momentum mengembalikan proyek skala besar tersebut.

Menurutnya yang paling ironis adalah program food estate sebenarnya mencerminkan bahwa reforma agraria kembali tidak menjadi pilihan utama bagaimana memperkuat pertanian Indonesia dan posisi petani sebagai produsen pangan utama. Justru, kata dia, yang dilakukan adalah petani petani itu diabaikan dan tenaga kerja itu diproyeksikan menjadi buruh upah di proyek food estate ini. "Program food estate ini secara fantastis bahkan penyiapan konsolidasi penyiapan lahannya sangat cepat, sangat ironis di tengah begitu lambanya pemenuhan hak bagi petani dan masyarakat adat, bahkan hanya untuk luasan lahan yang kecil kecil, tapi untuk persiapan food estate ini persiapan konsolidasinya begitu cepat," kata Dewi.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *